banner 468x60

Belajar Dari Pola Hidup Masyarakat Pedesaan Selama Pandemi, Menyiapkan Kehidupan Normal Baru

 News
banner 468x60

 

Oleh:

NURMIYATI
Mahasiswa Program Doktoral, Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada

Pandemi covid 19 telah merubah tatanan kehidupan masyarakat dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Perubahan tatanan terjadi hampir disemua aspek kehidupan masyarakat. Salah satu nya adalah kehidupan sosial ekonomi yang mengalami perubahan sangat cepat dan siknifikan. Masyarakat di perkotaan hingga pedesaan sekalipun tidak luput dari dampak yang diakibatkan oleh wabah corona.

Salah satu sisi kehidupan masyarakat yang sangat terimbas dengan adanya wabah ini adalah pada bidang perekonomian. Kondisi pandemi dengan beberapa kebijakan yang diberlakukan di masyarakat, menyebabkan peningkatan angka pengangguran. Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat. Banyak masyarakat yang mengeluh dan terhenti aktivitasnya karena pandemi Covid-19.

Persebaran virus corona yang cukup cepat, sehingga pemerintah mengambil keputusan untuk pemberlakuan lockdown dan sejenisnya pada awal-awal terjadinya pandemi menyebabkan perekonomian lumpuh. Akibat dari kebijakan tersebut, banyak tenaga kerja diperkotaan yang mendapatkan Pemutusan Pubungan Kerja (PHK). PHK ini menyebabkan pendapatan semakin turun, daya beli masyarakat rendah hingga kondisi paling parah adalah ketidakmampuan masyrakat secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kondisi semacam ini menjadikan warga perantauan menjatuhkan pilihan untuk kembali ke desa, kampung halaman masing-masing. Mereka berharap dapat bertahan hidup dengan kondisi yang lebih baik dari pada di perantauan. Ada apakah dengan kehidupan di desa, sehingga menjadi pilihan untuk bertahan hidup di sana?

Kehidupan masyarakat pedesaan memiliki ciri dan pola yang menjadikan orang yang tinggal diwilayah tersebut merasa aman, tenteram, nyaman dan merasa cukup. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan kembalinya para perantau ke kampung halaman masing-masing.

Masyarakat yang tinggal di pedesaan sudah dapat ditebak bahwa wilayah tersebut merupakan tanah kelahirannya. Secara psikologi, masyarakat lebih merasa tenang, aman dan nyaman. Tetangga disekitar tempat tinggal mayoritas adalah saudara.

Oleh sebab itu, masyarakat tidak akan merasa sendirian dalam menghadapi kehidupan. Keseharian masyarakat pedesaan cenderung monoton dengan aktifitas yang tidak beragam, tidak melulu mengejar target harian yang harus tercapai dan aktifitas masyarakat juga tidak terlalu padat.

Kondisi ini menciptakan suasana kehidupan pedesaan yang terasa aman, nyaman dan tenteram. Masyarakat pedesaan memegang prinsip “hidup itu yang penting cukup” dan penuh rasa syukur.

Pola hidup yang sangat dekat dengan alam, memanfaatkan hasil alam dan kembali lagi ke alam, dekat dengan tetangga, gotong royong dan memiliki kepekaan terhadap kondisi yang ada dilingkungan sekitar.
Pola Hidup dari Alam Kembali Ke Alam
Masyarakat pedesaan memiliki kebiasaan memenuhi kebutuhan hidup dari lingkungan sekitar.

Memanfaatkan lingkungan rumah dengan menanam berbagai jenis tanaman sayuran dan memelihara hewan-hewan peliharaan. Dengan keterampilan yang dimiliki dan tersedianya lahan, masyarakat mampu menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Walaupun jumlah yang dihasilkan tidaklah melimpah, tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan. Pemerintah melalui Program Pangan Lestari (P2L) memberikan bantuan kepada masyarakat berupa sarana produksi pertanian dengan harapan dapat mendorong masyarakat khususnya petani untuk dapat terus berproduksi, termasuk pemanfaatan pekarangan di sekitar rumah sebagai sumber pangan yang berkelanjutan. Jika hal ini dikelola secara maksimal, kiranya hasilnya dapat memenuhi kebutuhan pangan di tingkat keluarga, bahkan dapat mengurangi pengangguran dan dapat menambah pendapatan bagi keluarga.

Tidak sedikit pula masyarakat yang mengandalkan kegiatan pertanian sebagai penopang kehidupan mereka. Pola kehidupan sebagai petani desa yang mengolah lahan sawah milik pribadi atau sekedar membantu mengolah lawah sawah milik orang lain menjadi salah satu jalan bagi masyarakat pedesaan untuk tetap bertahan hidup.

Telah terbukti bahwa sektor pertanian mampu bertahan dalam kondisi krisis ekonomi demikian juga selama menghadapi pandemi saat ini. Pertanian merupakan sektor penopang ketahanan pangan yang penting disaat krisis. Mengolah lahan, memanfaatkan hasilnya, mengolah dan menggunakan sisa produk pertanian dengan tetap menjaga ekosistem lingkungan, dengan harapan alam pun akan menjaga kehidupan mereka.

Secara tidak sadar masyarakat telah menerapkan prinsip 3R dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin masyarakat pedesaan tidak cukup paham dengan istilah 3R, namun pada kenyataannya mereka telah menerapkannya. Reuse (menggunakan ulang), Reduce (mengurangi) dan Recycle (mendaur ulang) telah diterapkan oleh mayarakat tanpa mereka sadari.

Ketiga istilah ini secara khusus mengacu pada kegiatan pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Akan tetapi hal ini dapat diadopsi peristilahannya untuk menggambarkan pola kehidupan masyarakat yang sangat dekat dengan lingkungan, memanfaatkan lingkungan dengan cara mengolahnya, mengambil hasil dari apa yang mereka usahakan, mengolah sisa nya untuk dikembalikan lagi kepada alam.

Dalam konsep ini tidak ada hasil bumi yang tersisa dan tidak termanfaatkan. Sisa makanan sekalipun akan dikembalikan lagi kepada lingkungan sekitar dalam bentuk hasil olahan misalnya kompos. Dengan cara inilah masyarakat berusaha untuk memanfaatkan sekaligus menjaga lingkungan mereka. Jika alam terjaga, maka alam juga akan menjaga makhluk yang menghuninya.

Masih banyak contoh tindakan lain yang mecerminkan penerapan istilah 3R dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada batasan dan tergantung pada kemauan dan kreatifitas masyarakat.

Pola hidup kembali kealam yang dilakukan oleh masyarakat tidak hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan pangan saja. Selama pandemi masyarakat beramai-ramai memanfaatkan hasil alam untuk memenuhi kebutuhan “obat” yang disebut dengan mengkonsumsi herbal.

Empon-empon (Zingiberaceae) menjadi laris manis diserbu oleh masyarakat, karena diyakini memiliki kandungan yang dapat meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh. Jamu yang terkadang dipandang sebelah mata meningkat pamornya selama pandemi.

Budaya Gotong Royong
Gotong royong memiliki tujuan, makna dan manfaat yang besar bagi masyarakat. Gotong royong dapat menumbuhkan rasa dan sikap saling menolong dalam suasana kekeluargaan, menciptakan rasa kebersamaan dan kasih sayang. Membina hubungan sosial dan komunikasi yang baik dengan masyarakat di sekitar, sehingga rasa persatuan dan kesatuan di lingkungan sekitar tetap terjaga.

Penerapan gotong royong di masyarakat dapat berupa kegiatan kerja bakti, tanggap bencana, musyawarah, kegiatan belajar bersama maupun panen raya yang dilakukan oleh masyarakat.

Gotong royong menjadi kebiasaan hidup yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, berakar dari kehidupan agraris/pertanian yang ada di masyarakat. Kehidupan pertanian yang membutuhkan banyak waktu dan tenaga dalam pengerjaannya sangat membutuhkan bantuan orang lain dalam pengerjaannya. Kegiatan pertanian mulai dari menyemai benih, menananm bibit, merawat tanaman hingga memanen merupakan kegiatan yang membutuhkan banyak tenaga, dan gotong royong menjadi solusi yang dilakukan oleh masyarakat.

Bahkan gotong royong menjadi suatu cara untuk bertahan hidup dan bersosialisasi dalam kehidupan masyarakat agraris di pedesaan.

Tradisi gotong royong kemudian mengakar dan menjalar pada hampir semua kegiatan masyarakat, tidak terbatas pada kegiatan pertanian saja. Memilki arti bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu-membantu), gotong royong nyatanya mampu dijadikan sebagai solusi untuk menyelesaikan kepentingan bersama yang ada di tengah-tengah masyarakat. Tradisi rewangan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa jelas sekali menggambarkan adanya gotong ronyong dalam kehidupa mereka.

Berbagai bentuk kegiatan/keperluan yang dilaksanakan dalam bentuk gotong royong, disitu terjadi penghematan penggunaan dana, tidak perlu memberikan bayaran dalam bentuk uang, tetapi cukup dengan saling membatu satu dengan yang lainnya. Terjadi interaksi sosial dan komunikasi yang baik dengan sesama anggota masyarakat menjadikan gotong royong menjadi sarana sosialisasi masyarakat yang sangat efektif.

Pada masa pandemi yang sampai saat ini masih kita alamai, gotong royong menjadi kekuatan besar yang mampu menguatkan masyarakat untuk bertahan. Semua elemen masyarakat mengambil peran untuk saling menguatkan. Provinsi Jawa Tengah misalnya, melalui gerakan jogo tonggo menjadi salah satu inovasi yang diterapkan dalam pemberantasan Covid-19 yang berbasis kewilayahan dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh warga masyarakat yang ada pada wilayah tersebut.

Melalui Instruksi Gubernur Nomor 1 Tahun 2020, dibentuklah Satgas Jogo Tonggo, yang memberdayakan warga hingga wilayah Rukun Warga (RW). Sesuai namanya, Jogo Tonggo mengedepankan partisipasi aktif warga untuk saling menjaga dari penularan Covid-19. Jika ada yang terinfeksi virus Corona, warga dapat saling menjaga dengan memberikan perhatian, dan tidak memberikan stigma pada mereka yang tertular.

Kegiatan seperti jogo tonggo inilah salah satu bentuk implementasi nyata budaya gotong royong dalam kehidupan masyarakat. Terbukti bahwa gotong royong dapat diterapkan dalam segala bentuk kondisi dan dapat dilakukan oleh semua lapisan masyarakat.

Gotong royong sebagai produk budaya yang adiluhung, memiliki makna dan manfaat yang begitu dalam. Selayaknya gotong royong ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dilakukan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun.

Demikian juga saat kita memulai kehidupan normal baru pasca pandemi, sekiranya gotong royong mampu menyatukan dan menguatkan masyarakat hingga dapat beradaptasi, bertahan dan terus menjalankan kehidupan normal baru. Budaya dan kebiasaan positif masyarakat yang telah mengakar dalam kehidupan mereka sehari-hari seperti kebiasaan hidup “dari alam kembali ke alam” yang menganut prinsip jika kita menjaga alam, maka alan pun akan menjaga kita, serta budaya gotong royong harus tetap lestari dan menjadi pilihan masyarakat dalam menapaki kehidupan normal baru pasca Pandemi Covid-19.

banner 468x60

Author: 

Related Posts

Comments are closed.